Acehpost id — Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Tgk Muharuddin, mendesak aparat penegak hukum untuk mengungkap motif sebenarnya di balik kaburnya puluhan narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II B Kutacane, Aceh Tenggara.
Ia menegaskan, proses ini harus mencakup tiga aspek krusial, yakni kebutuhan napi yang tidak terpenuhi, potensi kelalaian petugas, serta dugaan penyimpangan anggaran terhadap konsumsi napi.
“Ini tidak bisa dilihat sekadar sebagai pelarian biasa. Kami minta aparat menelisik akar masalahnya, apakah ada pengabaian hak-hak dasar warga binaan atau adanya kelemahan sistem pengamanan,” kata Tgk. Muharuddin, Selasa (11/03/2025).
Dia menegaskan investigasi tidak boleh berhenti pada pencarian napi buron semata.
“Aparat harus mengungkap apakah pelarian ini murni karena kelalaian petugas, atau ada faktor struktural atau justru gejolak lain terhadap pemenuhan kebutuhan dasar warga binaan,” tegasnya.
Muharuddin menekankan tuntutan bilik asmara yang diungkap Kepala Lapas harus menjadi perhatian serius. Termasuk mengevaluasi sistem pengamanan Lapas serta penambahan jumlah petugas dan peningkatan kesejahteraan pegawai.
“Ini indikator bahwa kebutuhan dasar napi diabaikan. Jika fasilitas layak tersedia, mungkin pelarian bisa dicegah,” ujarnya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Permasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, hingga Selasa siang, 14 dari 49 napi yang kabur telah tertangkap kembali atau menyerahkan diri, sementara 35 lainnya masih buron.
Kabag Humas Ditjenpas, Rika Aprianti, menyebut para napi memanfaatkan keramaian penjual takjil di depan Lapas sebagai momen pelarian.
“Mereka menyebar ke arah lokasi penjualan takjil,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Lapas Kutacane, Andi Hasyim, mengakui sejumlah faktor pemicu pelarian. Selain kericuhan saat pembagian takjil, Hasyim menyebut tuntutan napi atas penyediaan bilik asmara (ruang privat untuk pertemuan dengan pasangan) sebagai salah satu penyebab ketidakpuasan para narapidana.
“Ini kewenangan pemerintah pusat. Kami hanya menyampaikan aspirasi mereka,” katanya.
Hasyim juga mengungkap rasio pengamanan yang timpang, hanya 6 petugas yang berjaga untuk mengawasi 362 narapidana.
“Jika ada mobilisasi massal, sistem keamanan pasti jebol,” ujarnya.
Meski demikian, ia membantah adanya kelalaian petugas dengan menyebut semua pintu dalam keadaan terkunci saat kejadian.